Opera Sang Penggoda

06.46 Diposting oleh dzero buletin

Oleh: Anugrah Roby Syahputra

Siang itu lengang. Angin berhembus tenang, tidak kencang. Di satu sudut kota, dua insan berlainan jenis berada dalam satu ruang. Mereka saling melempar pandang. Mata menerawang. Pintu terkunci. Jendela tertutup rapat. Sementara di luar, mentari kian garang memuntahkan teriknya pada orang-orang. Udara kering menawarkan kegerahan bukan kepalang. Wajar, kalau di sana terasa amat sepi. Bahkan simfoni angin berhembus pun tak mampu mengusir keheningan.

 “Kemarilah!” sayup-sayup terdengar bisikan lembut seorang perempuan. Asalnya tentu dari kamar sunyi tadi. “Sekarang aku milikmu, sambutlah cintaku, sayang!” lagi-lagi sang wanita merengek manja. Sangat erotis memang. Lelaki mana yang tahan untuk tidak segera membeli, mengecap dan melumat habis cinta tadi, jika inisiatif itu datang dari sang wanita. Apalagi bila ternyata si perempuan berwajah pualam nan melankoli seperti Angelina Jolie, betisnya seindah Cleopatra, mahkotanya hitam mengkilap bak mayang terurai, giginya tersusun rapi laksana berlian pilihan dan dari bibirnya yang merah merekah tercium aroma harum kesturi putih. Ah, betapa indah dunia.

 Lelaki itu terkejut. Sungguh ia tak menyangka akan berhadapan dengan situasi ini. Dadanya berdebar. Jantungnya berdegub kencang. Ingin rasanya ia lepaskan hasrat yang membuncah. Namun, apa yang terjadi kemudian? Di luar dugaan, sang lelaki melakukan tindakan yang sangat berbeda dengan apa yang kita prediksikan. Dengan tegas ia berkata, “Aku berlindung kepada Allah. Aku tidak akan mengkhianati kepercayaan dan perlakuan baik suamimu.” Olala, ternyata mereka bukan pasutri (pasangan suami istri). Gawatnya lagi, si perempuan telah bersuami. Lantas, ngapain si lelaki mengurung diri berdua-duaan dengan istri orang di dalam kamar? Trus, pake bawa-bawa nama Allah segala lagi!

 Ups, tunggu dulu, mereka berdua bukan orang sembarang. Cerita tadi pun bukan rekaan pengarang, melainkan peristiwa sejarah yang nyata-nyata pernah terjadi. Bahkan kisahnya diabadikan dalam kitab suci. Al-Qur’an tak menyebut nama sang perempuan secara eksplisit. Ia cuma disebut Imraatul Aziz. Yap, dialah Zulaikha, istri bangsawan Mesir. Sedang si lelaki adalah sosok mulia Yusuf alaihissalam, sang nabi utusan Tuhan. Sudah sepatutnya ia berlindung pada Allah saat terjebak pada opera terlarang yang didalangi sang penggoda.

 Yusuf muda memang memiliki segudang keistimewaan. Tak hanya cerdas untuk me-manage urusan finansial negara, dari gurat wajahnya pun terpancar seberkas cahaya kejujuran. Selain itu, ia juga dianugerahkan rupa yang sangat menawan, tubuh atletis dan tutur kata serta senyuman yang menggetarkan Sosoknya nyaris sempurna.

 Wajar saja banyak gadis perawan menaruh hati padanya. Terpukau akan pesona wajahnya yang tampan. Sampai-sampai mereka mengiris jari sendiri saat sedang bekerja. Bahkan, istri orang pun tergila-gila dan bertekuk lutut mengiba cintanya. Zulaikha adalah pemain utama dalam opera ini. Pandangan pertama pada Yusuf membuat darah di sekujur raganya berdesir kencang. Nafasnya tersengal-sengal memburu nafsu. Bulu romanya berdiri memberi arti.

 Benih kasih yang ditebar pun kuncupnya mulai mekar, tumbuh kekar bersama wewangi mawar. Bunga-bunga cinta itu tampak indah sekali. Lantas, seribu satu rencana disusun Zulaikha untuk memuluskan ambisinya, mereguk madu dambaan jiwa. Ia mulai bekerja, melempar canda nakal menggoda sambil mengerlingkan mata. Rayuan maut ia keluarkan. Tetapi, Yusuf tetap diam, tak bergeming. Perempuan itu tak menyerah. Ia peragakan pula akrobat cinta yang sensual sembari merengek manja, berharap Yusuf berubah pikiran, tergoda dan memagut cinta bersama dengannya. Namun, lagi-lagi Yusuf diam, enggan menyentuhnya dan memberi pelayanan.

 Akhirnya, Zulaikha kalap. Hati kian gelap. Dunia serasa pengap jika si pemuda tak dikecap. Cintanya membabi buta. Sudah babi, buta lagi, kata Salim A. Fillah. Gejolak syahwatnya yang lindap sampai di ubun-ubun. Ia benar-benar hilang kesadaran jiwa! Matanya gulita. Lalu, ia bangkit dan dengan terengah-engah mengejar sang pemuda yang mencoba keluar dari perangkap setan itu.

 “Kreeek…” tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Seorang lelaki muncul, hadir menjadi orang ketiga. Seketika mereka semua terkejut. Saling tatap. Tak yakin pada panorama yang disajikan mata. Di sisi lain, angan si perempuan kini tinggal impian. Tanpa rasa berdosa, ia melanjutkan opera cintanya dengan improvisasi dialog. Ia mengaku hendak diperkosa si pemuda. Satu adegan yang tak direncanakan dalam naskah skenario. Akibatnya, Yusuf menjadi tertuduh, disangka melakukan tindakan kriminal. Tragis. Sadis.

 Ibarat sinetron, kisah tadi belum berakhir. Ia masih bersambung ke episode berikut dengan latar waktu dan tempat serta tokoh yang berbeda. Ia hanya akan tamat hingga nanti ditiupkannya sangkakala di Yaumil Akhir. Oleh karenanya, tak usah heran kalau hari ini kita masih banyak menemukan wanita-wanita yang memainkan lakon mirip Zulaikha di atas panggung sandiwara dunia ini. Mereka semakin memeriahkan pentas kemungkaran yang menjadi pertanda sudah dekatnya hari perpisahan itu. Bukankah salah satu ciri-ciri akhir zaman adalah dicabutnya rasa malu dari kaum Hawa?

 Kita bukan ingin menuduh bahwa wanita terlahir sebagai penggoda. Tidak. Mereka juga bukan dicipta sebagai objek. Bukan. Tapi, Allah menghadirkannya dari tulang rusuk kiri lelaki untuk menjadi subjek, saling melengkapi dalam memikul tugas sejarah. Menjadi abdullah dan khalifah di muka bumi.

 Namun, realita punya kesah berbeda. Faktanya jauh dari harapan kita yang mendamba peradaban mulia nan agung di bawah bendera tauhid. Bagaimana tidak? Di republik yang katanya relijius ini saja, aturan Tuhan terabaikan. Lihatlah perempuan-perempuan dengan lantang melenggang memamerkan keindahan tubuhnya yang menantang. Pakaian full-pressed body. Gaya busana moderat (modal dengkul, buka aurat) menjadi tren di mana-mana. Tidak saja di sudut kota, tapi juga di pelosok desa. Bukan hanya di mal dan pusat perbelanjaan, namun sampai ke kampus, sekolah, perkantoran hingga instansi pemerintahan. Naudzubillah

 Parahnya, mereka sudah tertular penyakit jiwa Zulaikha. Tiada detik yang dibiarkan tersia, kecuali untuk urusan menggoda pria. Segala tipu daya dilancarkan. Kedipan mata yang liar, baju tipis menerawang, jeans ketat yang membentuk lekuk-lekuk menusuk sampai aroma tubuh yang tak karuan (dari deodorant, shampoo, body lotion, make-up dan wewangian).

 Sesekali mereka menyapa nakal, “Cowok, godain kita, dong!” Meski, tak selalu diungkapkan secara verbal. Oh, sebagai lelaki, hasratku tentu ingin menyambutnya. Tapi, wahyu yang mendiami relung ini mengetuk-ngetuk nurani. Aku, kau dan kita harus bisa bertahan. Tapi, aku khawatir, suatu waktu mereka berujar lebih vulgar, “Cowok, perkosa kita dong!”. Rabb, lindungi kami!

Binjai, 13 April 2008
Terinspirasi dari surat seorang ikhwan dan keluh kesah orang-orang yang curhat.


Gambar berasal dari;
http://www.imageenvision.com/md/stock_photography/blue_handled_magnifying_glass_cartoon_character_talking_to_a_pretty_blond_woman.jpg

5 komentar:

  1. Anonim mengatakan...

    wah, permulaan yang sangat puitis dengan judul yang cukup menggelitik. memanglah anak flp gitu loh.. anyway, keep on writing aja yaa

  2. Anonim mengatakan...

    kunjungi juga www.penamedan.wordpress.com ya...

  3. Eka mengatakan...

    Wah.. Salut..

    Kisah nyata dari Al-Quran yg dituang dalam bentuk yg menarik dibaca...

    :)

  4. Anonim mengatakan...

    Assalamu'alaikum..

    Akh roby, hmm....bagus, bagus, bagus...
    Bisa menuangkan kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha ke dalam bentuk cerita menarik dan bermakna.
    Ada lucunya :)

    Sesuai dengan kisah di atas, hiks..hiks..sedih dengarnya karena masih ada wanita yg setia berteman dgn syetan, dgn cara menggoda para pria.

    Wahai wanita...bertaubatlah... Belum terlambat..

    Tuk akh Roby, tetap semangat tuk menumpahkan tinta+ide menarik dalam bentuk tulisan :)

  5. dzero buletin mengatakan...

    @eka:

    Makasih.
    mungkin ini juga sebuah tantangan untuk kita menghidupkan kisah2 dalam Al-Qur'an agar lebih memasyarakat dan dipahami khalayak ramai. tentu dengan sesuai penafsiran, gak nyeleneh ya
    salam kenal

    @anonim:
    sebuah fenomena yang biasa, tapi sebenarnya sangat menyedihkan. ya, tetap semangat untuk akh robi.

Posting Komentar