Ferhat-FLP Hingga Akhir

01.59 Diposting oleh dzero buletin

Nama : Ferhat
TTL : Banda Aceh, 24 September 1985
Pendidikan Terakhir: Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsyiah, Banda Aceh
Nama Ortu:
Ayah : (Alm) Muchtar M.Ali
Ibu: Suryana Raden
Pekerjaan Ortu: Guru
Prestasi :
Juara I dan II lomba cerpen se-SMU Negeri 4 Banda Aceh (2003)
Juara I lomba karikatur (Fakultas hukum Unsyiah :2003)
Cerpen dimuat di beberapa Antologi cerpen diantaranya, “Bintang dilangit Baiturrahman”(GIP:2004), “Meusyen”(Aneuk Mulieng:2006) dan “Biarkan Aku Bercinta Sendiri” (Lapena:2007)

Kategori 15 cerpen terbaik sayembara Do Karim 2006
Juara Harapan I resensi buku PLAN Aceh kerjasama Plan Aceh dan Do Karim (2008).
Juara Harapan III karya tulis remaja BKKBN se-Aceh (2008).
Dan beberapa tulian dimuat dimedia lokal dan Nasional seperti: Gema Baiturrahman, Media NAD, harian Aceh, Annida dan Sabili

Aceh banyak menyimpan cerita, dimata Ferhat (22), sejatinya cerita tentang Aceh sangat menarik untuk dikupas setajam kegigihan Aceh bangkit dan terkenal dikancah dunia. Pemuda era 2000-an yang berhasil tercatat namanya dalam buku “Leksikon Sastra Aceh”, sebagai salah satu penulis Aceh yang masih muda dan berbakat. Pribadinya, tidak mengenal yang namanya pantang menyerah untuk bercerita nanggroe kelahiran lewat cerpen, yang ia suka sejak kecil.

Sejak masih belia, usia 8 tahun, Ferhat sudah suka menulis. Tidak serta merta ia bisa menulis. Awal menekuni karir kepenulisan karena sering dibawa pulang buku cerita seperti bobo, oleh ayahnya, almarhum Muchtar M. Ali, yang semasa hidup kerja di Dinas Pendidikan. Ferhat kepingin sekali menjadi penulis cerita seperti buku yang dibacanya.

Karena di dinas itu ada pustaka, maka buku disana sering dibawa pulang ayahnya, untuk “dilahap” semua anggota keluarga. Memang keluarganya paling suka membaca, tapi sayang hanya Ferhat kecil yang hobi menulis.

Ferhat yang pendiam dan pemalu, kala SD dulu, mencoba “berbicara” hanya lewat karangan. Beranjak kelas lima, ia melihat teman sekelas juga hobi mengarang. Maka berpikirlah Ferhat bersama tiga rekan sekelasnya itu untuk mencoba melakoni bisnis buku kecil-kecilan.

Mulai mengabungkan beberapa cerpen menjadi sebuah buku bacaan tipis untuk disewa kepada siswa kelas lima dan kelas enam SD dengan harga sewa Rp. 25 perbuku. Ternyata bisnis ”bawah tanah” itu tidak ketahuan oleh guru SD Ferhat. Karena mereka terkenal pandai dalam kelas.

“Awalnya karena teman Ferhat suka baca Bobo juga, jadi mulailah rembuk ngarang cerita. Rp.25 perbuku itu laku keras lo. Alhamdulillah terkumpul Rp 1.750 dengan 75 transaksi,” ujar penggemar Asma Nadia dan Khalid Husen mengenang.

Selang beberapa bulan kemudian, hobi menulis Ferhat vakum, sejak personel penulis SDnya satu persatu mengundurkan diri dikarenakan PR dan tugas sering terbengkalai yang berpengaruh terhadap nilai pelajaran sekolah, anjlok. Masa vakum berlanjut sampai kelas dua SMP.

Heboh buku cerita horor, Ghostbumb karya RL. Stine, semasa kelas tiga SMP, membuat Ferhat deman lagi untuk menulis cerpen. Tapi belum ada keinginan untuk publikasi. Kala SMA, baru mengenal majalah Annida, disitulah ia tahu tentang Forum Lingkar Pena Aceh (FLP Aceh), timbul dorongan diri untuk gabung tahun 2001.

Walau SMU masih ia jajaki ilmu, Sosok Ferhat yang masih dengan pribadi pendiam dan pemalu mulai terkenal dan heboh seantero SMU 4 Banda Aceh lewat debutnya dalam lomba cerpen yang berhasil menyambet Juara I dan II lomba cerpen se-SMU Negeri 4 Banda Aceh, tahun 2003.

Kala masa menjadi anggota FLP, karya pertama diawal gabung adalah cerpen “sebutir salju di Hokokaido’ tanpa riset pergi keluar negeri. Cerita itu terinspirasi oleh abangnya yang pingin sekali kuliah keluar negeri. Jadi Ferhat mengotak-atik buku luar negeri koleksi abangnya itu, hingga salah satunya buku yang bercerita tentang Jepang, menarik mata. Melihat alur annida yang notobene islami, jadi diambillah judul itu dengan konsep cerita islami.

“Saya rasa tulisan Hokokaido itu amborado, ide mentah yang terlalu dakwah tapi dulu tetap saya coba kirim ke lomba Tingkat Nasional. Hasilnya tidak menang,”ungkapnya.

Terobosan besar Ferhat untuk publikasi cerpennya dalam bentuk buku didorong oleh almarhum Diana Roswita, yang ketika itu ditelepon minta kirim naskah, maka dikirimlah cerpen “Benang tujuh warna” dan “ghostbumb lidi”, ternyata debut itu menghasilkan buku kumcer “Bintang dilangit Baiturrahman”(2004) kemudian disusul serangkaian cerpen yang dimuat dimedia cetak bahkan ada menang lomba.

Lalu berlanjut ia dinobatkan sebagai ketua FLP Aceh periode 2006 hingga Mei 2008. Pribadi Ferhat yang tidak pendiam seperti dulu, sekarang lebih dikenal kocak bak pelawak dan sangat aktif berkarir menjadi juri lomba dan juga pemateri kepenulisan dan seminar.

Tak ketinggalan merambah menjadi bintang tamu Radio Antero Banda Aceh, Radio Seulaweut, Radio Nikoya Banda Aceh, Radio Pro Sabang mengupas yang berkenaan dengan kepenulisan. Bahkan pernah mencoba aktif sebagai wartawan Gema Baiturrahman, meski hanya sebentar karena non fiksi yang bukan ruh, berbeda jalurnya, yang notobene fiksi.

‘Awal dimuat November tahun 2004, karena berkat Forum Lingkar Pena,”imbuhnya.

Ferhat punya tiga target ditahun 2008 ini, diantaranya menggarap novel tentang konflik Aceh perfektif Inong Aceh, opini yang ingin dimuat harian local dan menang lomba. Impiannya hanya satu yang terpenuhi, menang lomba.
“Tahun ini tercapai hanya menang lomba, sedang novel mandeg di jalan dan opini belum pernah dimuat. Keinginan terbesar menulis novel yang setting konflik Aceh, termaktub didalamnya kisah perjuangan perempuan Aceh. Itulah sederet keinginan Ferhat, dibalik semua itu ia ingin novel yang digarapnya selesai skripsi nanti, ingin bisa difilm,”lanjutnya.

Ferhat sendiri punya waktu menulis cerpen dari Jam 09.00 malam hingga jam 1 dengan suasana menyendiri dan kamar harus bersih. Pandangan pemuda Aceh ini mensikapi potensi remaja Aceh, menurutnya, “sebenarnya potensi menulis remaja Aceh cukup besar. Tapi terkadang kita malas mengekspos lebih dalam dan kurang dalam membaca, jadi banyak tulisan terasa kering,”akunya.

Intinya FLP Aceh sebagai kumpulan orang-orang yang ingin menulis dan wadah untuk menampung calon penulis Aceh membuka kelas menulis dan Ferhat sendiri yang masih berkecimpung di FLP Aceh merasakan manfaatnya bergabung. Terlepas dari semua itu, ia ingin FLP ini harus bergerak bersama dan ada penyadaran diri untuk peduli dan lebih baik lagi. (Nelly)

3 komentar:

  1. Liza Marthoenis mengatakan...

    wahhh,..bang ferhat kerennn bgt

  2. andibloggersejati mengatakan...

    mmmmmmmmmmmmmm...........

  3. Anonim mengatakan...

    keren. tp kog dibilang 22 tahun ya?

Posting Komentar